Dokter gigi yang tertarik menulis

Monday 20 May 2019

FAILURE MODE & EFFECT ANALYSIS (FMEA) RUANG KESEHATAN GIGI & MULUT (Contoh FMEA)

I. Gambar Alur Proses (SOP) Yang Akan di Analisis :



II. Identifikasi Failure Modes :

No
Tahapan Kegiatan Pada Alur Proses
Failure Modes
1.
Pra pelayanan :
1.   Pasien datang                                        

2.   Pemanggilan pasien




        1.     Salah identifikasi
        2.     Pasien tidak dengar saat dipanggil
        3.     Salah ruang pemeriksaan
2.
Pelayanan :
3.   Anamnesa, pemeriksaan tinggi badan, berat badan, tekanan darah, suhu
4.   Pemeriksaan dokter


        4.     Resiko kegagalan anamnesa
        5.     Resiko salah pemeriksaan


3.
Paska peracikan obat :
5.   Penyerahan surat rujukan
6.   Pemberian stempel Puskesmas


       6.     Surat rujukan pasien belum distempel         Puskesmas
       7.     Resep dari dokter belum ditukar obat         di apotek Puskesmas



III. Tujuan Melakukan Analisis FMEA :

1.      Meminimalkan resiko dari pelayanan pemeriksaan di ruang kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas
2.      Mengetahui penyebab terjadinya insiden yang kemungkinan bisa terjadi
3.      Merumuskan kemungkinan – kemungkinan yang bisa menjadi penyebab terjadinya insiden             keselamatan pasien
4.      Merumuskan pemecahan – pemecahan atau solusi dan rencana tindak lanjut terhadap insiden keselamatan pasien yang kemungkinan bisa terjadi (bisa berpotensial menimbulkan cidera).





V. Menetapkan Cut Off Point

Modus kegagalan/ kesalahan
RPN
Kumulatif
Presentase Kumulatif
Keterangan
Salah identitas
256
256
29 %

Salah pemeriksaan
162
418
47,3 %

Kegagalan anamnesa dan pemeriksaan vital sign
144
562
63,6 %

Salah ruang pemeriksaan
125
687
77,7 %
Cut off point
Pasien tidak dengar saat dipanggil
81
768
86,8 %

Rujukan pasien belum di stempel
80
848
96 %

Resep obat belum ditukar di apotek Puskesmas
36
884
100 %


Berdasarkan perhitungan RPN dan perhitungan dalam menentukan cut off point, didapatkan 4 modus kegagalan yang harus ditindak lanjuti dengan solusi yaitu :
1.     Salah identitas
2.     Salah pemeriksaan
3.     Kegagalan anamnesa dan pemeriksaan vital sign
4.     Salah ruang pemeriksaan


VI. PELAKSANAAN

          1.  Dilakukan perbaikan SOP alur pelayanan ruang kesehatan gigi & mulut
          2.   Dilakukan sosialisasi SOP alur pelayanan ruang kesehatan gigi & mulut yang baru
          3.  Pembinaan dan peningkatan kapasitas petugas (Dokter dan perawat)
           4.  Dilakukan kalibrasi alat secara berkala




Pada artikel sebelumnya telah dibahas bagaimana Prosedur Melakukan FMEA

Saturday 11 May 2019

Avulsi gigi, Penyebab dan Penanganan avulsi (Replantasi)

AVULSI

Avulsi gigi adalah keadaan dimana gigi terlepas dari tempatnya (soket) akibat adanya cedera pada gigi. Perawatan untuk avulsi ini yaitu dengan melakukan replantasi (menanam kembali) gigi tersebut segera setelah terjadinya cedera.

Penyebab Avulsi 
Avulsi gigi sering terjadi pada kasus trauma, trauma bisa terjadi saat kita sedang melakukan aktivitas bisa saat bermain, olah raga (seperti sepak bola, basket dsb), bisa saat berkelahi maupun kecelakaan lalu lintas.

Penanganan Avulsi
Penanganan avulsi perlu dilakukan dengan tepat dan cepat karena penanganan dengan tepat dan cepat dapat meningkatkan hasil dari perawatannya. Ketika terjadi avulsi pada gigi, kita dapat melakukan hal berikut ini :

  • Tenangkan yang bersangkutan (terutama jika penderita anak-anak)
  • Carilah gigi yang lepas dan peganglah pada bagian mahkotanya (jangan menyentuh bagian akar gigi)
  • Jika gigi kotor, cucilah (cukup disiram agar kotoran lepas) dibawah air mengalir dan jangan digosok terutama bagian akar gigi (biarkan jika ada jaringan atau darah yang menempel pada akar) dengan tujuan agar tetap lembab waktu pencucian maksimal 10 detik lalu letakkan/tanam kembali gigi ke soketnya. Ketika gigi sudah diposisi semula gigitlah sapu tangan untuk menjaga agar tetap ditempatnya

    Gambar : Cara memegang gigi yang avulsi tetapi jangan mencuci gigi sebersih seperti gambar

  • Jika tidak memungkinkan untuk melakukan reposisi gigi tersebut, letakkan gigi avulsi tersebut ke dalam media penyimpanan dan segera ke klinik gawat darurat atau dokter gigi. Penyimpanan bisa dilakukan dengan beberapa cara antara lain :
    • Simpan dibawah lidah atau samping atau samping pipi bagian dalam, tehnik ini yang terbaik karena larutan ludah (saliva) merupakan larutan terbaik untuk mempertahankan vitalitas gigi avulsi. Yang perlu diperhatikan untuk penderita anak-anak mereka bisa diajak kerjasama (kooperatif), untuk menghindari tertelannya gigi.
    • Didalam larutan susu, yang perlu diperhatikan jangan menggunakan larutan susu hangat maupun panas
    • Dalam larutan infus NaCl 0,9 % (Larutan saline/larutan garam fisiologis)
    • Dalam larutan khusus gigi avulsi (Hank's Balanced Salt Solution - HBSS) namun larutan ini masih sulit ditemukan
    • Air putih, ini merupakan alternatif terakhir 
  • Carilah perawatan gigi secepatnya. Jika bertemu dokter gigi dala waktu 30 menit maka prognosis atau hasil perawatan akan baik. Jika lebih dari waktu tersebut, maka prognosis pada gigi akan berkurang 60-80%. Golden period untuk melakukan reposisi gigi adalah 2 jam. Jika perawatan replantasi dilakukan lebih dari 2 jam, maka kemungkinan besar gigi menjadi non vital dan jika telah dilakukan replantasi maka perawatan selanjutnya yaitu perawatan saluran akar setelah gigi difiksasi
Kondisi yang cocok untuk replantasi lebih sering ditemukan pada anak-anak tetapi untuk gigi sulung sebaiknya tidak dilakukan replantasi. Kehilangan gigi sulung prematur biasanya bukan hal yang serius. Selain itu jika dilakukan replantasi gigi bisa menyebabkan resiko merusak gigi permanen penggantinya.

Thursday 9 May 2019

Halitosis (nafas buruk/bau mulut) : Pengertian halitosis, faktor penyebab dan penanganan


Pengertian Halitosis
Halitosis atau oral malodour adalah istilah medis atau yang lebih dikenal dengan bau mulut atau nafas buruk. Halitosis dalam beberapa literatur diartikan sebagai sebuah perspektif tidak menyenangkan yang bersifat subyektif saat mencium bau pernafasan seseorang yang keluar melalui rongga mulut. Halitosis dapat mencerminkan kondisi rongga mulut maupun kondisi sistemik seseorang.

Halitosis dapat dibagi 3 yaitu :

True Halitosis
True halitosis dapat dibagi menjadi fisiologis dan patologis. Halitosis fisiologis termasuk halitosis yang dapat disebabkan oleh faktor fisiologis seperti komponen makanan, kebiasaan yang buruk, nafas pagi hari. Halitosis patologis terjadi karena kondisi patologik (karena adanya penyakit) baik lokal sekitar jaringan mulut seperti gusi/gingiva atau penyakit periodontal maupun karena adanya penyakit sistemik.

Pseudohalitosis
Pseudohalitosis, pada pasien dengan pseudohalitosis mereka mengeluhkan adanya nafas bau meskipun orang lain tidak merasakannya.

Halitophobia
Halitophobia yaitu kondisi yang terjadi pada individu yang tetap ingin melanjutkan perawatan meskipun telah dirawat berdasarkan halitosis sejati ataupun halitosis semu. Individu seperti ini dikategorikan sebagai halitophobic

Penyebab halitosis dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu endogen, eksogen dan psikis 
Penyebab endogen dapat disebabkan oleh jenis makanan tertentu diantaranya bawang merah dan bawang putih. Penyebab eksogen bisa disebabkan oleh beberapa penyakit di rongga mulut, penyakit sistemik, maupun konsumsi obat-obatan. Penyebab psikis merupakan penyebab yang sangat bersifat subyektif karena berasal dari psikologis penderita sendiri.

Terbentuknya nafas buruk atau halitosis
  • Penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri dapat menyebabkan gigi berlubang, gusi meradang, serta kegoyangan gigi. Aktivitas bakteri penyebab infeksi tersebut tidak hanya menimbulkan kerusakan pada gigi dan jaringan penyangganya (gusi dan tulang) tetapi juga menghasilkan produk berupa gas yang mengandung sulfur. Gas inilah yang nantinya berpotensi menimbulkan bau mulut jika produksinya cukup banyak.
  • Bau mulut dapat juga disebabkan oleh perubahan kondisi rongga mulut karena pembentukan senyawa sulfur di dalam rongga mulut yang dapat sewaktu-waktu berubah menjadi gas. Penumpukan sisa makanan akan didegradasi oleh enzim yang ada pada air liur (saliva) di rongga mulut untuk menjadi senyawa-senyawa yang mengandung sulfur.
  • Merokok, mengkonsumsi minuman mengandung alkohol, obat-obatan tertentu dapat menyebabkan terjadinya penurunan produksi kelenjar air liur sehingga mulut menjadi kering. Kondisi ini disebut xerostomia yang bisa memungkinkan sel mati berkumpul di lidah, gusi dan permukaan rongga mulut akan mengalami pembusukan dan menyebabkan bau mulut.
  • Halitosis juga bisa berasal dari penyakit-penyakit infeksi yang menyerang organ-organ disekitar rongga mulut yang memiliki hubungan langsung dengan rongga mulut misalkan saluran pernafasan atau dari sinus. Jika kita menderita influenza atau infeksi saluran nafas atas bisa berdampak pada terjadinya bau mulut karena ada saluran penghubung antara rongga mulut dengan saluran pernafasan. sinusitis, penyakit yang sering dialami oleh banyak penderita juga dapat menyebabkkan peningkatan bau mulut dikarenakan adanya hubungan antara sinus dan rongga mulut melalui saluran pernafasan.
  • Penyakit sistemik seperti diabetes melitus, kelainan darah, penyakit autoimun juga dapat berdampak pada peningkatan bau mulut baik melalui efek langsung pada rongga mulut maupun melalui pertukaran gas di dala paru-paru dan saluran pernafasan yang membawa senyawa sulfur hingga sampai ke rongga mulut.
Penatalaksanaan/penanganan halitosis karena faktor patologis lokal (rongga mulut) 
Dengan menjaga kebersihan rongga mulut / oral hygiene untuk menekan aktivitas bakteri sehingga halitosis bisa berkurang, berikut beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain :
  • Menyikat gigi secara teratur 2 kali sehari (pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur)
  • Flossing menggunakan benang gigi atau dental floss untuk mengangkat sisa makanan di celah-celah gigi yang tidak bisa terangkat saat sikat gigi
  • Membersihkan lidah saat sikat gigi
  • Menggunakan obat kumur dengan bahan antibakteri (jika perlu)
  • Membersihkan karang gigi atau scaling ke dokter gigi
  • Dilakukan perawatan apabila terdapat kerusakan gigi / keradangan pada jaringan penyengga gigi dan mulut

Wednesday 8 May 2019

Hubungan Bayi Lahir Prematur dan Berat Badan Lahir Rendah (PBBLR) Dengan Periodontitis

Bayi dikategorikan dengan kelahiran prematur apabila masa kehamilan kurang dari 37 minggu, sedangkan bayi dikategorikan berberat badan lahir rendah (BBLR) apabila beratnya pada saat lahir kurang dari 2500 gram.

Kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) selain mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya juga berdampak ekonomis karena membutuhkan biaya perawatan ekstra paska persalinan disamping itu juga mempertinggi resiko kematian bayi.

Penyakit Periodontal merupakan penyakit yang mengenai atau menyerang struktur pendukung gigi, bisa berupa keradangan maupun infeksi yang hanya terjadi pada gusi (gingivitis) maupun yang telah melibatkan atau menyerang struktur jaringan pendukung yang lebih dalam (periodontitis) hal ini bisa dilihat sudah terjadinya kerusakan tulang pedukung gigi (tulang alveolar)

Penyebab kelahiran prematur belum dapat diidentifikasi dengan pasti karena penyebabnya banyak faktor, namun beberapa faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian kelahiran prematur telah teridentifikasi. Faktor - faktor resiko persalinan prematur :
  • Idiopatik, apabila faktor-faktor penyebab lain tidak ada sehingga penyebab prematuritas tidak dapat diterangkan.
  • Iatrogenik (elektif), apabila kelanjutan kehamilan diduga dapat membahayakan janin atau sebaliknya apabila keadaan ibu terancam oleh kehamilannya maka dokter akan mengakhiri kehamilan. Kondisi tersebut menyebabkan persalinan prematur buatan atau iatrogenik
  • Sosio demografi, yang termasuk  dalam faktor ini adalah : Faktor psiko-sosial seperti kecemasan, depresi, keberadaan stress, respon emosional, support sosial, pekerjaan, perilaku ibu, aktivitas seksual dan keinginan untuk hamil. Faktor demografik, seperti usia ibu, status marital, kondisi sosio-ekonom, faktor ras dan etnik.
  • Faktor ibu, anatara lain inkompetensi serviks kejadian ini dapat didiagnosis secara klinis bila terdapat pembukaan serviks pada saat kehamilan (tidak ada kontraksi rahim), Riwayat reproduksi ( Pernah mengalami persalinan prematur, pernah mengalami ketuban pecah dini, pernah mengalami keguguran, interval kehamilan, jumlah persalinan), kehamilan multiple / kehamilan bayi kembar.
  • Penyakit Medis dan Keadaan Kehamilan, berbagai penyakit ibu dan pengobatan medis akan mempengaruhi keadaan kehamilan dan dapat berhubungan atau meningkatkan kejadian persalinan prematur.
  • Infeksi, sudah terdapat banyak bukti bahwa infeksi pada ibu hamil akan meningkatkan kejadian persalinan prematur. 
  • Faktor genetik
Mekanisme
Pada masa kehamilan akan terjadi perubahan keseimbangan flora normal rongga mulut dan perubahan hormonal yang dapat mempengaruhi kondisi rongga mulut. Selama kehamilan terjadi perubahan PH saliva, PH cairan gusi (gingival fluid) dan aktivitas hormon perempuan hamil dalam cairan gingiva yang akan mempengaruhi perkembangan plak dengan dominasi bakteri anaerob sehingga dapat meningkatkan resiko keradangan pada gusi dan jaringan periodontal. Adanya infeksi bakteri pada jaringan periodontal dengan kondisi rongga mulut yang buruk pada ibu hamil dapat mempermudah proses patogenik dari bakteri dan produknya. Proses ini terjadi melalui jalur hematogen (aliran darah) yang selanjutnya akan mempengaruhi janin.
Penyakit periodontal (periodontitis) dalam kehamilan meningkat karena perubahan hormonal yang terjadi, biasanya dimulai pada bulan kedua kehamilan dan bertambah berat sesuai usia kehamilan apabila tidak mendapat pengobatan yang adekuat. Produk bakteri melalui aliran darah menjadikan infeksi sistemik, dan melalui mediator biokimia mengaktifkan kontraksi uterus sehingga menyebabkan ketuban pecah dini (KPD) atau persalinan prematur tanpa KPD. Kejadian persalinan prematur pada ibu hamil dengan periodontitis meningkat dibandingkan dengan ibu hamil tanpa periodontitis.

Yang Perlu Diperhatikan Ibu Hamil Dalam Menjaga Kesehatan Gigi dan Mulut
Untuk meminimalkan gangguan kesehatan gigi dan mulut pada ibu hamil yang bisa menjadi faktor resiko kelahiran prematur berat badan lahir rendah (PBBLR) maka ibu hamil diharapkan mampu untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut melalui antara lain :
  • Menyikat gigi secara rutin pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur
  • Rutin berkunjung ke dokter gigi untuk deteksi dini adanya karies gigi dan untuk kontrol plak (lapisan halus yng berisi bakteri bisa tertutup karang gigi maupun tidak)
  • Ibu hamil dianjurkan mengurangi makanan manis dan lengket karena bakteri dalam mulut akan mengubah makanan manis menjadi asam yang dapat membentuk karies/lubang gigi



Monday 6 May 2019

Hubungan Kesehatan Gigi dan Mulut Dengan Penyakit Sistemik

Kondisi kesehatan gigi dan mulut dapat mencerminkan kondisi kesehatan tubuh manusia. Beberapa kasus yang sering dijumpai seperti gusi berdarah dan gigi tanggal dalam jumlah banyak dapat memiliki korelasi atau hubungan dengan kesehatan tubuh dan penyakit sistemik seperti diabetes melitus, penyakit ginjal, penyakit jantung dan pernafasan.
Penyakit tubuh yang menunjukkan tanda pada kondisi gigi dan mulut antara lain :
  • Kerusakan ginjal, pada penderita kerusakan ginjal dapat terjadi tubuh tidak dapat menyerap kalsium dengan baik sehingga hal ini dapat menurunkan kualitas tulang (tulang rahang). Karena penyerapan kalsium yang kurang baik akan beresiko berkurangnya kepadatan tulang termasuk tulang rahang yang dapat menyebabkan gigi menjadi longgar kemudian menyebabkan tanggalnya gigi secara prematur. Selain itu pada penderita kerusakan ginjal akan  menyebabkan terganggunya indera perasa sehingga menimbulkan bau nafas tidak sedap.
  • Diabetes melitus, pada penderita diabetes melitus sering ditemukan gigi goyang dalam jumlah banyak dan sering kali berakibat terhadap tanggalnya gigi meskipun tidak ditemukan faktor pemicu lain seperti karang gigi pada sekitar gigi yang goyang tersebut.
Kondisi kesehatan gigi dan mulut selain sebagai cerminan kondisi kesehatan tubuh manusia juga dapat sebagai pemicu timbulnya masalah kesehatan tubuh yang serius. Timbulnya penyakit yang berkaitan dengan gigi seperti karies (gigi berlubang) atau penyakit periodontal (penyakit pada jaringan pendukung gigi) misalnya dapat berakibat fatal terhadap kesehatan tubuh. Apabila tidak cepat ditanggulangi dapat menyebabkan mikroba atau bakteri menyebar dan menimbulkan penyakit sistemik seperti gangguan pada jantung, saluran pernafasan, diabetes melitus bahkan menyebabkan kelahiran prematur.
  • Penyakit kardiovaskuler, karena bakteri gigi dapat langsung masuk ke dalam tubuh melalui aliran darah (percontinuatum)
  • Diabetes melitus, berdasarkan penelitian karang gigi dapat meningkatkan kadar gula dalam darah. Begitupun sebaliknya pasien dengan penyakit diabetes melitus memiliki kemungkinan lebih besar terhadap masalah/penyakit gusi.
  • Kelahiran bayi prematur berberat badan lahir rendah, bisa disebabkan oleh karena periodontitis kronis (penyakit infeksi pada jaringan pendukung gigi yang salah satunya bisa disebabkan oleh plak gigi).
  • Phlegmon (pembengkakan pada leher yang bisa mengganggu saluran pernafasan) sering terjadi akibat dari infeksi dari gigi dan jaringan pendukungnya
Karies gigi atau gigi berlubang
merupakan penyakit pada jaringan keras gigi yaitu email, dentin dan sementum. Proses karies ditandai dengan terjadinya demineralisasi pada jaringan keras gigi diikuti dengan kerusakan bahan organiknya yang menyebabkan terjadinya invasi bakteri dan kerusakan pada jaringan pulpa serta penyebaran infeksi ke jaringan periapikal dan menimbulkan rasa nyeri.

Penyakit periodontal
merupakan penyakit infeksi yang disebabkan bakteri yang terakumulasi dalam plak yang menyebabkan gingiva/gusi mengalami peradangan. Sama seperti organ tubuh lainnya rongga mulut merupakan tempat berkumpulnya bakteri aerob dan anaerob. Bakteri rongga mulut dapat menyebar melalui aliran darah yang disebut bakteremia. Pada kondisi kesehatan mulut yang normal hanya sejumlah kecil bakteri yang masuk kedalam aliran darah dan tidak membahayakan. Namun pada individu yang mempunyai oral hygiene buruk maka jumlah bakteri pada permukaan gigi meningkat sehingga peluang terjadinya bakteremia menjadi  lebih besar. 

Dapat disimpulkan bahwa kesehatan gigi dan mulut yang dipelihara dengan baik dapat menghindarkan seseorang dari resiko menderita penyakit gigi dan mulut serta penyakit sistemik.

Thursday 2 May 2019

Daftar Pustaka: Peranan Receptor Activator of Nuclear Factor - κβ Ligand (RANKL) & Osteoprotegerin (OPG) Dalam Mekanisme Bone Loss Pada Periodontitis

DAFTAR PUSTAKA
  1. Indirawati. Upaya Peningkatan Status Kesehatan Gigi & Mulut sesuai Kebutuhan Masyarakat Setempat. Research and Development of Disease Control, NHRD. Litbang Indonesia; 2003
  2. Newman MG, Takei H, Carranza FA. Clinical Periodontology. 10th ed. Philadelphia: Saunders; 2007. Pp: 104-261
  3. Shu L. Estrogen Modulates Cytokine Expression in Human Periodontal Ligament Cell. Journal of Dental Research. Houston; 2008:m87: P: 142-147
  4. Akbay Anil. Periodontal Regenerative Potential of Autogenous Periodontal Ligament Graft in Class II Furcation Defects. 2005; 76(4): P:596
  5. Mogi M, Otogoto J, Ota, Togari A. Differential Expression of RANKL and Osteoprotegerin in Gingival Crevicular Fluid os Patients with Periodontitis. Journal of Dental Research. Houston. 2004; 83: P: 166-169
  6. Horbauer LC, Heufelder AE. Role of Receptor Activator of Nuclear Factor Ligand and Osteoprotegerin in Bone Cell Biology. J Mol Med 2001; 79: P: 243-253
  7. Fernadez JMT, Frias MAN, Hernandez SPD. Infantile Osteopetrosis: A Case Report With Osteomyelitis of The Maxilla. J Clin Pediatr Dent 2002; 27(1): P: 77-80
  8. Kuramitsu HK. Molecular Genetic Analysis of the Virulence of Oral Bacterial Pathogens: An Historical Perspective. Crit Rev Oral Biol Med 2003; 14: P: 331-344
  9. Ebersole JL, Holt SC. Porphyromonas Gingivalis, Treponema Denticola, and Tannarella Forsythia: The "Red Complex", A Prototype Polybacterial Pathogenic Consortium In Periodontitis. J. Periodontol 2000. 2005; 38: P: 72-122
  10. Valverde P. Selective Blockade of Voltagegated Potassium Channels Reduces Inflammatory Bone Resorption in Experimental Periodontal Disease. J. Bone Miner Res 2004; 19: P: 155-164
  11. Fedi PF, Verdino AR, Gray JL. Faktor Periodontal yang Berkaitan Dengan Plak: Patogenesis. Silabus Periodonti. Jakarta: 2004. Hlm: 30-35
  12. Krismariono Agung. Kadar Neutrofil, Interleukin- 1B dan Immunoglobulin G penderita aggressive periodontitis sebelum dan sesudah terapi dengan klindamisin. Tesis Pascasarjana. Universitas Airlangga Surabaya: 2005
  13. Teng Y-TA. Mixed Periodontal Th1 - TH2 cytokine profile in actinobacillus actinomycetemcomitans- spesifik osteoprotegerin Ligand (or RANK-L)- mediated alveolar bone destruction in vivo. University of western Ontario London; 2002.
  14. Teng Y-TA. The role of acquired immunity and periodontal disease progression. Crit Rev Oral Biol Med 2003; 14: P: 237-252
  15. Baker PJ. The role of immune responses in bone loss during periodontal disease. J. microbes Infect 2000; 2: P: 1181-1192
  16. Keith L. Kirkwood, Joni AC, Jill ER, Giannobile VW. Novel Host Response Therapeutic Approaches to Threat Periodontal Diseases. Periodontolofy 2000. 2007. P 294 - 308
  17. Graves DT. Tumor Necrosis Factor Modulates Fibroblast Apoptosis PMN Recruitment and Osteoclast Formation In Response to P. Gingivalis Infection. J. Dent Res 2001: 80; P: 1875-1879
  18. Nagasawa T. Kiji M, Yashiro R. Hormdee D, He Lu, Kunze M, Suda T, Koshi G, Kobayashi H, Oda S, Nitta H, Ishikawa I. Role of receptor activator of nuclear factor - κβ ligand (RANKL) and osteoprotegerin in periodontal health and disease. J. Periodontology 2000. 2007. P: 65-84
  19. Uchida M. Regulation of Matrix Metalloproteinases (MMPs) and Tissue Inhibitor os Metalloproteinases (TIMPs) by Bone Resorptive Factors In Osteoblastic Celss. J Cell Physiol 2000: 185: P: 207-204
  20. Rose, L.F et al., 2004. Periodontitis (Medicine, Surgery, Implant). El sevier Mosby Company. Missouri. P: 147-154
  21. Rauner Martina, Sipas Wolfgang, Pietschmann Peter. Osteoimmunology. Int arch allergy Immuonol. Austria; 2007: 143; 31-48
  22. Kanzaki H, Chiba M, Shimizu Y, Mitani H. Dual Regulation of Osteoclast Differentiation by Periodontal Ligament Cell Through RANKL stimulation and OPG Inhibition. J of Dental Research. Houston. 2001; 80: P: 887-91
  23. Fukushima H. Expression and Role of RANKL in periodontal ligament cells during physiological root-resorption in human deciduous teeth. European Journal of Oral Science 2003; 111: P: 346-352
  24. Roeslan. Immunologi oral dan kelainan di dalam rongga mulut. Surabaya : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2002. P: 127-138
  25. Nagasawa T, Kobayashi H, Kiji M. LPS Stimulated Human Gingival Fibroblas Inhibit The Differentiation of Monocytes Into Osteoclasts Trough The Production of Osteoprotegerin. J. Clin Exp. Immunol 2002; 130(2): P: 338-344
  26. De Vries. Gingival Fibroblasts are better at inhibiting osteoclast formation than PDL fibroblast. J. of cell biochemistry (98) 2006; P: 370-382
  27. Lerner UH. Inflammation-induced Bone Remodeling in Periodontal Disease and the Influence of Post-menopausal Osteoporosis. J of Dental Research. Houston. 2006; 85: P: 596-607
  28. Taubman MA, Kawai T. Involvement T - Lymphocytes in Periodontal Disease and in Direct and Indirect Induction of Bone Resorbtion. Crit Rev Oral Biol Med (12) 2001; P: 125-135
  29. Jin Qiming, Joni A, Ho Park Chan, Sugai V.J, Jr. Taba M, Kostenuik JP, Giannobile V.W. RANKL Inhibition Through Osteoprotegerin Blocks Bone Loss In Experimental Periodontitis. J. Periodontol 2007; 78(7): 1300-1308



INDIKATOR MUTU PUSKESMAS (INM, IMPP, IMPEL)

  ·          Indikator mutu adalah tolok ukur yang digunakan untuk menilai keberhasilan mutu pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kese...